Halaman

Jumat, 15 April 2016

Gelombang Cahaya Tampak : Asal-usul Warna di Kehidupan Kita

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita rasakan eksistensi warna-warni yang melingkupi sekitar kita seperti birunya kubah langit, hijaunya hamparan dedaunan padi, dan keruhnya perairan sungai yang terpolusi. Segala bentuk pandangan yang kita rasakan terjadi di dalam mata kita dengan adanya sumber cahaya baik diradiasikan secara langsung maupun cahaya akibat pemantulan oleh benda-benda. Tanpa adanya sumber cahaya, tidak akan ada cahaya yang sampai ke mata kita dan akibatnya sekitar kita hanya akan tampak gelap gulita. Dalam posting kali ini akan dibahas konsep dasar bagaimana warna bisa terjadi. Mari kita simak bersama.

Matahari meradiasikan cahaya dalam bentuk gelombang elektromagnetik ke segala arah. Radiasi tersebut merupakan superposisi dari berbagai radiasi dengan panjang gelombang berbeda yang terdiri atas gamma, sinar-X, untraviolet, cahaya tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio.

Gambar 1. Spektrum panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari (http://www.ces.fau.edu/).

Ketika radiasi matahari berinteraksi dengan atmosfer bumi, maka radiasi tersebut dapat mengalami penyerapan, pemantulan, atau pembiasan akibat material yang dikenainya. Kemampuan suatu material untuk merespon energi radiasi matahari bergantung pada sifat fisisnya (densitas dan komposisi material) dan panjang gelombang radiasi yang mengenainya. Hampir setengah bagian radiasi matahari yang mencapai atmosfer bumi adalah cahaya tampak. Cahaya tampak merupakan sekumpulan radiasi dengan panjang gelombang yang mampu direspon oleh mata manusia. Panjang gelombang cahaya tampak berkisar antara 0,4 μm hingga 0,7 μm. Oleh karena itu, radiasi dengan panjang gelombang kurang dari 0,4 μm atau lebih dari 0,7 μm tidak mampu direspon oleh mata manusia. Cahaya tampak terdiri atas berbagai cahaya monokromatik dengan panjang gelombang berbeda-beda yakni merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Dalam penjalarannya dari matahari, cahaya monokromatik ini membentuk superposisi yang disebut cahaya polikromatik. Cahaya polikromatik inilah yang memberikan kesan warna putih pada mata kita.
Ketika radiasi mencapai kornea mata kita, maka iris akan mengatur intensitas cahaya dan diteruskan ke lensa mata yang akan mengatur fokus cahaya ke retina melewati fluida vitreous humor. Analog dengan prinsip kerja kamera, iris berfungsi seperti diafragma kamera, lensa sebagai pengatur fokus cahaya, kornea dan vitreous humor sebagai pembias cahaya, dan retina sebagai film.


Gambar 2. Bagian-bagian mata dan mekanisme penjalaran cahaya dari suatu objek ke fotoreseptor retina.

Retina terdiri atas sel-sel fotoreseptor yang sensitif terhadap panjang gelombang cahaya. Sel-sel fotoreseptor ini membawa informasi cahaya yang sampai pada retina dan meneruskannya ke otak kita untuk dilakukan pemrosesan lebih lanjut sehingga menghasilkan kesan warna-warni atau gelap-terang pada pandangan kita. Sel-sel fotoreseptor dibedakan menjadi sel rod dan sel cone berdasarkan bentuknya.

Gambar 3. Fotoreseptor pada retina yang terdiri atas sel-sel rod dan sel-sel cone.

Pada mata kita terdapat sekitar 5 juta sel cone dan 100 juta sel rod yang tersebar tidak merata di retina. Sel rod berfungsi merespon semua panjang gelombang cahaya tampak sehingga membuat kita mampu membedakan gelap dan terang. Sel cone berfungsi merespon hanya panjang gelombang tertentu dari cahaya tampak sehingga membuat kita mampu membedakan warna-warna. Sel cone banyak terkonsentrasi pada fovea yakni bagian tengah retina yang berhadapan langsung dengan lensa. Pada fovea terdapat 160.000 sel cone per mm2. Sel cone memiliki sensitivitas yang rendah pada cahaya sehingga membuat kita susah membedakan warna di tempat gelap. Pandangan di tempat gelap sebagian besar bergantung pada sel rod sehingga kesan pandangan yang kita rasakan adalah abu-abu dengan ketajaman yang rendah. Di tempat gelap kita akan kesulitan memandang objek kecil dengan pandangan yang lurus, hal ini terjadi karena dengan sudut pandangan yang lurus cahaya dari objek akan jatuh pada fovea yang kaya akan sel cone. Hal tersebut dapat diatasi dengan sedikit memiringkan sudut pandangan sehingga cahaya yang masuk ke mata jatuh pada sel-sel rod dan pandangan menjadi lebih jelas. Sel cone pada mata manusia terdiri atas tiga jenis berdasarkan molekul opsin penyusunnya. Komposisi opsin ini menentukan kepekaan sel cone pada warna tertentu.

Gambar 4. Grafik kemampuan tiga jenis sel cone dalam menyerap masing-masing panjang gelombang cahaya.

Buta warna terjadi akibat tidak adanya atau tidak berfungsinya satu atau lebih dari ketiga jenis sel cone. Seberapa banya jenis sel cone yang tidak berfungsi inilah yang menentukan buta warna parsial atau buta warna total. Sebagian besar buta warna terjadi pada tidak berfungsinya sel cone warna merah-hijau.
Warna putih terjadi ketika seluruh panjang gelombang cahaya tampak mencapai sel-sel cone dengan intensitas yang hampir sama besar. Saat siang hari kita melihat matahari berwarna putih hal ini terjadi karena keseluruhan panjang gelombang cahaya tampak dari matahari dapat mencapai sel cone. Namun saat malam hari bintang yang lebih dingin dari matahari akan tampak lebih merah karena bintang tersebut meradiasikan cahaya dengan panjang gelombang yang panjang. Bintang yang lebih panas dari matahari akan meradiasikan cahaya dengan panjang gelombang yang pendek sehingga tampak lebih biru. Bintang yang bersuhu hampir sama dengan matahari akan tampak berwarna putih. Perubahan panjang gelombang radiasi akibat suhu ini dapat dijelaskan dengan hukum pergeseran Wien yang menyatakan bahwa ketika temperatur meningkat maka puncak emisi spektral menjadi lebih tinggi dan panjang gelombangnya akan bergeser. Gambar berikut menunjukkan pergeseran panjang gelombang dari merah menjadi ungu akibat kenaikan temperatur.

Gambar 5. Grafik emisi spektral radiasi pada tiga temperatur berbeda.

Material-material yang tidak cukup panas untuk mengemisikan radiasi di area panjang gelombang cahaya tampak dapat memiliki warna dengan cara menyerap secara selektif panjang gelombang tertentu dan memantulkan panjang gelombang cahaya tampak lainnya yang berasal dari suatu sumber radiasi seperti matahari atau lampu. Misalnya benda-benda di sekitar kita yang tampak merah adalah akibat penyerapan seluruh panjang gelombang cahaya tampak oleh benda tersebut kecuali panjang gelombang merah yang dipantulkan hingga sampai ke mata kita. Benda berwarna biru terjadi karena benda tersebut hanya memantulkan panjang gelombang biru ke mata kita dan menyerap panjang gelombang cahaya lainnya. Demikian pula yang terjadi pada warna-warna lainnya. Namun ketika benda menyerap keseluruhan panjang gelombang cahaya tampak dan tidak ada yang dipantulkan ke mata kita maka terjadilah warna hitam. Ketika keseluruhan panjang gelombang tampak dipantulkan oleh suatu benda ke mata kita dan tidak ada yang diserap maka terjadilah warna putih.


Gambar 6. Ilustrasi pembentukan warna merah, hitam, dan putih dari cahaya polikromatik matahari. Warna merah hanya memantulkan panjang gelombang merah ke mata dan menyerap panjang gelombang warna lainnya (www.dayglo.com dan www.chem.purdue.edu).

Sampai di sini kita telah tahu konsep dasar mengapa benda memiliki warna, apa yang terjadi pada mata kita sehingga kita bisa melihat warna, dan mengapa bintang dan matahari kadang berbeda warna. Namun mengapa langit berwarna biru ketika siang?, mengapa langit berwarna jingga ketika pagi dan senja?, mengapa awan berwarna putih?, mengapa awan terkadang berwarna hitam ketika hujan lebat?, mengapa gunung berwarna biru ketika dilihat dari kejauhan?, dan mengapa matahari berwarna merah ketika senja? Untuk menjawabnya tunggu posting selanjutnya.

Referensi :

Ahrens, C. D., Henson, R., 2014, Meteorology today : an introduction to weather, climate, and the environment, 11th ed., Massachusetts, Cengage Learning.

Sadava, D. E., Hillis, D. M., Heller, H. C., Berenbaum, M. R., 2011, Life: The Science of Biology, 9th ed., Virginia, W. H. Freeman & Co.

Young, H. D., Freedman, R. A., Ford, A. L., 2012, Sears and Zemansky's university physics : with modern physics, 13th ed., Addison-Wesley.