Halaman

Rabu, 06 Mei 2015

Gempagengsi

Suatu pagi yang berseri Pak guru sedang asyik mengajar seismologi
Beliau berwejang hingga saat ini gempabumi belum dapat diprediksi
Karen itu tak mudah menjadi petugas informasi gempa dan tsunami
Harus selalu tanggap terhadap berbagai kemungkinan dan situasi

Dua jam sebelum jam pelajaran berakhir
Pak guru membagikan selembar kertas kalkir
Beliau mengumandangkan sayembara amat bergengsi
Barangsiapa yang bisa menghasilkan tulisan opini
akan diberikan hadiah jalan-jalan ke luar negeri

Seorang bocah dengan tampang murung bertanya
Mengapa kita harus menuangkan opini di atas kalkir?
Pak guru yang penyabar hanya tersenyum dan berkata
Kalkir adalah curahan gagasan kalangan pemikir

Sementara seisi kelas sedang berlomba merangkai opini
Bocah yang tak kunjung pandai itu hanya cengar-cengir
Tatapannya kosong, tak ada sedikitpun terlintas inspirasi
Hingga sepuluh menit menjelang jam pelajaran berakhir
Teman-temannya hampir selesai menggoreskan opini-opini indah
kertas di hadapannya tetap saja bersih tak setitik pun tinta menjamah

Tiba-tiba sebuah guncangan datang menghantam pondasi
Gerabah pecah, jendela berderik dan dinding berbunyi
Sontak seisi kelas berhamburan kesana kemari
Riuh gaduh jeritan terdengar di sana sini
Para guru dan siswa berlarian menuju jalur evakuasi
Masing-masing mereka sibuk menyelamatkan diri
Bocah gemblung itu tetap diam di atas kursi
Tak peduli dengan apa yang sedang terjadi
Ia tak menganggap entah itu hanya imajinasi
Ataukah benar sedang berlangsung gempabumi?
Entah aktivitas subduksi atau Krakatau lagi erupsi?
Kata-kata opini yang tadinya telah disusun rapi
Rontok berjatuhan berserakan di atas lantai
Semakin lama semakin kuat gedung berguncang
Ia tetap tak peduli dan kini malah sibuk mengarang
Hingga kemudian badannya terhempas meja
Terpental-pental menerobos jendela
Tak sadarkan diri terdorong gelombang
Tersungkur jauh ke negeri Jepang


Pondok Betung, 6 Mei 2015