Gempagengsi
Suatu pagi yang berseri
Pak guru sedang asyik mengajar seismologi
Beliau berwejang
hingga saat ini gempabumi belum dapat diprediksi
Karen itu tak mudah
menjadi petugas informasi gempa dan tsunami
Harus selalu tanggap
terhadap berbagai kemungkinan dan situasi
Dua jam sebelum jam
pelajaran berakhir
Pak guru membagikan
selembar kertas kalkir
Beliau mengumandangkan
sayembara amat bergengsi
Barangsiapa yang bisa
menghasilkan tulisan opini
akan diberikan hadiah
jalan-jalan ke luar negeri
Seorang bocah dengan
tampang murung bertanya
Mengapa kita harus
menuangkan opini di atas kalkir?
Pak guru yang penyabar
hanya tersenyum dan berkata
Kalkir adalah curahan
gagasan kalangan pemikir
Sementara seisi kelas
sedang berlomba merangkai opini
Bocah yang tak kunjung
pandai itu hanya cengar-cengir
Tatapannya kosong, tak
ada sedikitpun terlintas inspirasi
Hingga sepuluh menit
menjelang jam pelajaran berakhir
Teman-temannya hampir
selesai menggoreskan opini-opini indah
kertas di hadapannya
tetap saja bersih tak setitik pun tinta menjamah
Tiba-tiba sebuah
guncangan datang menghantam pondasi
Gerabah pecah, jendela berderik dan dinding berbunyi
Sontak seisi kelas
berhamburan kesana kemari
Riuh gaduh jeritan
terdengar di sana sini
Para guru dan siswa berlarian
menuju jalur evakuasi
Masing-masing mereka
sibuk menyelamatkan diri
Bocah gemblung itu
tetap diam di atas kursi
Tak peduli dengan apa
yang sedang terjadi
Ia tak menganggap
entah itu hanya imajinasi
Ataukah benar sedang
berlangsung gempabumi?
Entah aktivitas
subduksi atau Krakatau lagi erupsi?
Kata-kata opini yang
tadinya telah disusun rapi
Rontok berjatuhan berserakan
di atas lantai
Semakin lama semakin
kuat gedung berguncang
Ia tetap tak peduli
dan kini malah sibuk mengarang
Hingga kemudian badannya
terhempas meja
Terpental-pental
menerobos jendela
Tak sadarkan diri
terdorong gelombang
Tersungkur jauh ke
negeri Jepang
Pondok Betung, 6 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar